Bagi penulis, satu hal penting adalah lewat mendaki gunung kita selalu ditantang untuk mengalahkan ego pribadi. Dari mendaki gunung penulis belajar bahwa kita sendiri tak kan mampu menaklukkan alam, jika kita berhasil berdiri di puncak gunung itu semua atas seijin yang kuasa. Dan bukan berarti kita telah menaklukkan alam. Alam hanya sedang bersahabat dengan kita. Alam bersahabat dengan manusia yang rendah hati. Kekuatan manusia ada batasnya jika alam sedang tidak bersahabat, orang sekuat apapun pasti akan tunduk.
Teringat dengan tiga poin pegangan ketika naik gunung (atau mungkin empat)
jangan membunuh apapun kecuali waktu
jangan mengambil apapun kecuali gambar/foto
jangan meninggalkan apapun kecuali jejak kaki,
jangan mematahkan apapun kecuali ego mu.Ketika mendaki gunung kita akan bertemu banyak binatang penghuni gunung tersebut, sebisa mungkin kita tidak diperkenankan untuk membunuhnya (terkecuali dalam keadaan terancam???/survival atau bertahan hidup). Kita juga tidak diperbolehkan mengambil apapun kecuali memori yang kita dapat dari perjalanan mendaki tersebut. Kita juga tidak diperkenankan meninggalkan sampah dalam bentuk apapun, karena pasti akan mengganggu keseimbangan ekosistem gunung. Namun yang paling terakhir nampaknya yang paling susah, ketika kita harus mematahkan ego pribadi kita.
Satu hal yang paling mengesankan penulis adalah lewat mendaki gunung mendapat pengalaman mendekati kematian (atau paling tidak rasanya seperti itu). Pernah beberapa kali karena kedinginan, terpeleset, hampir masuk jurang, tersesat (bisa fatal lho bro). Dari pengalaman tersebut penulis merasa adanya jarak dengan yang kuasa semakin dekat (berdoa semakin khusuk-mungkin karena belum siap menghadap- subconscious ). Dan dari situlah dapat kita katakan bahwa kegiatan pecinta alam, mendaki gunung khususnya adalah salah satu cara mendekat kepada yang maha Esa.